pieces of momey' stories

PR Maret

  1. Bangun lebih pagi dan tidur lebih malam! Lot of things to do at home, Momey!
  2. Browsing resep lebih banyak untuk bikin masakan yang lebih kreatif buat Eydro.
  3. Dan permintaan mba Umi: bikinin list makanan seminggu.
  4. Stick on budget!
  5. Black period is ON momey! *nangis guling-guling*
  6. Kerjain kerjaan lo,momey! deadline is at your face! NOW!

and the lists are still coming up…. it’s not ended on 6 items momey!

Leave a comment »

JLEB

found this statement in my browsing activity today:

‘gak apa2 gak punya ipad, yg penting sekolah anak2 terjamin…’

atau

‘gak apa2 gak nonton konser ini itu, yg penting pensiun gak nyusahin anak…’

OK. gue emang lagi gak pengen ipad or nonton konser.

Tapi kayaknya kalimat begitu harus dibikin juga buat gue.

“Gak apa-apa gak beli blush on terbaru, yg penting dana pendidikan eydro aman”

“Gak apa-apa gak beli tas KATE SPADE, yg penting bisa bikin kitchen set” (yeah I admit it.  akhir-akhir ini agak terprovokasi utk punya 1 aja tas KS ini! *tutup muka)

So help me GOD!

Leave a comment »

Panik

Kemaren si Eydro tertangkap mata mencoba bedak mamanya. Bukan hanya mengambil bedak yg dlm jangkauannya, dia juga mengoleskan bedak itu ke mukanya selayak mamanya lagi pakai bedak.

Huaaaaaa… langsung panik.

Tindakan emaknya yg liat cuma, langsung ambil bedaknya (walaupun pake penolakan dari eydro) dan alihkan perhatian ke permainan lain.

Gara2 itu, pagi ini langsung deh googling tentang sifat peniru yg ‘salah’ ini. Thanks God ketemu dengan artikel ini:

“SI UPIK MENIRU AYAH, SI BUYUNG MENIRU IBU

Kadang anak juga akan meniru perilaku dari jenis kelamin yang berbeda. Misalnya, anak laki-laki meniru tingkah laku ibunya dan anak perempuan meniru tingkah laku ayahnya. “Sebenarnya ini nggak apa-apa, karena anak juga perlu tahu bagaimana ibu dan ayahnya. Jangan sampai anak hanya tahu ibunya saja atau ayahnya saja,” terang Retno.

Yang penting, tambah Retno, jangan sampai anak perempuan lebih sering meniru ayahnya dan anak lelaki malah cenderung meniru ibunya. Karena proses peniruan ini nanti arahnya ke proses identifikasi di mana anak beridentifikasi dengan jenis kelamin yang sama. Biasanya terjadi di usia TK atau sekitar 4-5 tahun. “Nah, kalau anak lebih sering meniru dari jenis kelamin berbeda, sebaiknya orang tua mengarahkan.” Misalnya, “Aduh, Mbak pakai sepatu Ayah. Memang Ayah gagah, ya! Mbak mau seperti Ayah?” kemudian alihkan perhatiannya pada hal atau pekerjaan yang sesuai jenis kelaminnya, “Eh, Mbak, Ibu ingin dibantu, lo. Yuk, ikut Ibu ke dapur, bantu Ibu potong sayur.” Begitupun bila anak lelaki, misalnya, senang berdandan. Ayah bisa mengatakan, “Wah, Abang ingin dandan seperti Ibu, ya? Coba, nih, Abang pakai baju Ayah. Enak mana, sih?”

Jadi, ayah memberi tahu kepada anak lelaki dan ibu yang memberi tahu anak perempuan. “Disitulah sebetulnya peran ayah dan ibu pada anak yang berjenis kelamin sama dengan orang tuanya. Agar si anak nantinya beridentifikasi dengan orang tua yang berjenis kelamin sama dengannya.” Namun begitu, tak berarti harus ayah terhadap anak lelaki dan harus ibu terhadap anak perempuan. Baik ayah maupun ibu sama-sama bisa melakukannya. Misalnya, “Kenapa, sih, Abang ingin dandan seperti Ibu? Ayah gagah, lo. Abang pasti juga gagah kalau dandan seperti Ayah.” Atau, bisa juga ibu mengalihkan, “Nah, sekarang Ibu lagi dandan. Coba Abang pura-pura jadi bapaknya. Nih, Abang pakai baju Ayah.”

Sebenarnya, terang Retno, pada setiap anak ada kecenderungan meniru dari jenis kelamin yang berbeda. “Ini tak berpengaruh apa-apa pada perkembangan anak. Maksudnya, anak tak akan sampai jadi homo atau lesbian. Karena bila anak sudah masuk sekolah, dia akan memasuki age gang di mana gang-nya itu terdiri dari anak yang berjenis kelamin sama. Jadi, tetap ada balance .” Meskipun Retno mengakui, sampai sekarang hal tersebut masih diperdebatkan.

Yang penting, lanjut Retno, sepanjang ayah dan ibu sama-sama memperhatikan anak, maka tak ada yang perlu dikhawatirkan. Jadi, biarkan saja anak di masa batitanya meniru dan mencoba semuanya agar dia juga belajar mengetahui peran masing-masing jenis kelamin.”

sumber: http://tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Si-Kecil-Suka-Meniru

Wuiiih.. langsung lega.

Berarti lain kali harus diarahkan aja. Gak panik. Pelan-pelan bilang ke anaknya klo itu milik mama.

Dan peran si dadey harus ditingkatkan untuk ngingetin soal sifat ini.

Tambah 1 lagi pelajaran hari ini. Parenting is a never ending lesson… 🙂

Leave a comment »